Minggu, 11 Mei 2014

Bermain itu seru dan asik!

Putri kami Azka sulit sekali di minta tidur siang dan mulai menular pada adiknya Khalifah (2y6m). Bukan karena tidak bisa lepas dari gadget atau nonton lho. Untuk dua hal itu saya cukup ketat. Gadget hanya weekend, hari biasa kalau  kepepet, misal untuk meredakan tangisan Khalifah saat ditinggal sholat atau masak.

Nonton saya satu jam pulang sekolah dan satu jam sebelum magrib. Sisanya kalaupun tidak tidur siang, no tv no gadget. Jadi apa yang dilakukan Azka jika tidak tidur siang? Azka tak pernah kehabisan ide untuk main sendiri atau berdua Khalifah, apalagi jika sama teman-temannya, rumah dan pekarangan  jadi kapal pecah.
Ancaman, kalau tidak tidur siang, nanti sore tidak boleh nonton tidak mempan. Jadi biasanya saya memaksa Azka tidur dengan mengeloninya, tapi tidak selalu berhasil, lebih seringnya saya ketiduran, Azka bangun dan main sendiri.  Niatnya mencoba tegas tapi sering berujung emosional. Memarahinya lalu menyesalinya. Akhirnya, saya lebih sering membiarkan Azka tidak tidur siang.



Sisi positif hobi bermain Azka yang saya lihat dan sangat menonjol adalah, ia tumbuh menjadi anak yang cukup percaya diri. Tidak  perlu waktu lama beradaptasi jika kami bawa ke tempat baru. Misal ke mall, tempat eduwisata, ke rumah kerabat atau teman kami (saya atau suami). Jika dia melihat anak seusianya ada di sekitar situ, dia akan berinisiatif mendekatinya, awalnya dengan wajah malu-malu sambil senyum-senyum, tak lama terlihat keduanya tertawa-tawa. Sayangnya Azka selalu lupa menanyakan nama teman barunya. Dan tak takut mencoba hal baru dan suka berimajinasi.


Menonton video Kids Today Project dari Rinso Menjadi Seorang Anak Kecil Indonesia makin membuat saya belajar melihat dunia bermain anak-anak dari kaca mata mereka. Tak memaksakan kehendak tapi tak bosan menasehati dengan penjelasan sebab akibat. Membantu memuaskan keingintahuan mereka walaupun rumah jadi berantakan dan pakaian mereka kotor. Saya pun jadi ingin tahu kenapa Azka suka sekali bermain,”Kenapa sih pengen main terus?” sebuah pertanyaan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

“Soalnya main itu seru dan asik!” jawab Azka sambil nyengir.



Semoga bukan hanya saya, mama yang terinspirasi dengan video - video kampanya Kids Today Project Rinso Indonesia. Menginspirasi untuk belajar memahami dan memandang dunia anak-anak dari kaca mata mereka. Tidak mudah memberi label nakal karena paham bermain adalah cara mereka belajar. 

Tulisan ini diikutsertkan dalam kompetisi blog Kids Today Project Rinso Indonesia

Sabtu, 10 Mei 2014

Kebutuhan Rasa Aman Anak-anak



Menonton video kids Today Project yang di gagas Rinso membuat saya merenung. Bagaimana kedua si kecil saya beradaptasi dengan ‘keriuhan’ kota besar di mana mereka tinggal.  Bisa dikatakan, saya memaksa anak-anak beradaptasi. Dari soal macet, banjir, dan pembatasan area bermain karena khawatir adannya pelaku kejahatan dan penculikan.

Si kecil Azka sudah merasai berdesakan di komuterline dan busway. Dengan polosnya dia berteriak,”Mama, panas banget sih!” “Mama, kok bisnya gak jalan-jalan. “
Pada saat bersamaan, Azka memasuki tahap merasa dirinya sudah besar dan bisa melakukan segalanya sendiri, termasuk melindungi diri sendiri. 

“Ok, nanti kalau ada yang pegang-pegang, aku tendang, Ma.” Atau,”Ma, aku bisa kok ke warung sendiri, kalau ada penculik, aku nendang dan pukul saja.” Atau,”Kalau ada mobil atau motor aku kepinggir kok, Ma.”

“Kalau gak ada penculik aku boleh pergi sendiri ke mana-mana ya, Ma.”
“Iya.”

“Kalau aku nanti jadi polisi, aku tangkap semua penculik anak kecil.” Yap, si kecil Azka ingin bisa bermain, ke warung, dan  sepeda keliling komplek sendiri dengan rasa aman tak heran, Azka kerap berkhayal jika sudah besar Azka ingin menangkap penculik dan pelaku kejahatan, menjadi polisi. Walaupun cita-citanya masih berubah-rubah tapi jika menyangkut kata penjahat dan penculik, seketika keinginannya menjadi polisi mencuat.



Keamanan anak-anak tanggung jawab siapakah?
Saya yakin, semua orangtua khususnya yang memiliki anak kecil, memiliki kekhawatiran yang sama dengan dengan saya. Apakah anak-anak kita aman saat melepaskan untuk bersekolah dan main? Terlebih setelah ada beberapa kasus pelecehan seksual terhadap anak baru-baru ini.

Anak-anak umumnya belum  menyadari bahaya pelecehan seksual yang mengintai mereka  karena mereka belum paham. Seperti rentetan pertanyaan Azka (6y) saat saya menerangkan soal bagian tubuhnya yang harus di tutup dan dilindungi. Kenapa di sebut daerah pribadi, Ma? Kenapa orang mau memegangnya, Ma? Di sakiti gimana, Ma?

Menurut saya rasa aman yang dibutuhkan seorang anak agar bisa menikmati masa ‘bermainnya’ dan tumbuh kembangnya optimal, haruslah di bangun secara kolektif, tidak cukup dengan pembekalan dari orangtua, sistem harus mendukung. Menciptakan sistem agar sekolah aman dari kasus pelecehan seksual dan kekerasan. Bukan hanya mengandalkan teknologi tapi membangun komunikasi antara guru, murid dan wali murid dengan intens dan efektif. Mungkin di sini peran POMG  (persatuan orangtua murid dan guru) yang ada di tiap sekolah perlu ditingkatkan.

Dan sistem dalam pemerintahan yang mendukung agar pelaku pelecehan seksual dan kekerasan pada anak dihukum berat.

Saya berharap video Rinso Kids Today Project ini menggugah semua pihak, bahwa anak-anak perlu dukungan kita, orangtua dan sistem, untuk beradaptasi dengan ‘keriuhan’ kota dan menciptakan rasa aman untuk tumbuh kembangnya.


Anak adalah tunas dan generasi penerus bangsa, apa jadinya jika sebagian dari mereka tumbuh dalam kondisi trauma atau kungkungan ketakutan karena sistem tidak mendukung  mereka merasa aman?  Masa bermain mereka akan hilang yang artinya salah satu proses pembelajaran alamiah mereka mati.

Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi blog #KidsTodayProject Rinso Indonesia

Rabu, 07 Mei 2014

Semut dan Tinggi Badan Mama


“Ma, semut makannya apa?”  tanya Khalifah (2y6m) tiba-tiba.
“Ehm, gula sama makanan sisa.”
Beberapa jam kemudian Khalifah pup dan saat saya tengah mengcebokinya dia berkata,”Ma, kalau semut di kamar mandi makannya air.”
                                                
“Ma, kok mamanya Sekar besar, kalau mama enggak?” tanya Azka tak terduga.
Setelah mikir beberapa detik mama menjawa,”Karena makannya banyak.”
“Emangnya mama makannya sedikit ya?”
“Iya.”
“Kenapa?”
Mama bingung gak bisa jawab.
“Ih, mama kenapa? Kenapa mama makannya sedikit?”
“Azka nanti mama jawab di rumah ya.”
Beberapa hari kemudian. Saat mama  depan lapi, Azka keluar dari kamar dan berkata,”Mama, kok mama orang-orang tinggi, mama enggak?”

Mama bingung tapi dalam hati menjawab, memang dari sananya Azka. Mama juga pengennya tinggi semampai hahahha

Senin, 05 Mei 2014

Tetaplah Tersenyum, Nak...


Setelah menonton Rinso Kids Today Project di atas, saya jadi teringat ekspresi Azka Zahra (6y) putri kami,  tiga hari lalu. Waktu itu dia merengek minta main air banjir. Perumahan kami memang selalu tergenang banjir setiap kali hujan tapi tak pernah sampai masuk rumah, air itu berasal dari luapan saluran air. Saya tidak langsung meluruskan permintaanya. Minggu-minggu pertama kami pindah ke sini, sekitar 10 bulan lalu, kami suka meluruskan permintaan mereka main air banjir, alasannya biar mereka merasakan sensasinya.

main banjir
Namun dengan pertimbangan kesehatan, periode itu kami kurangi sampai akhirnya melarangnya. Kalau pun memberi ijin  main hujan-hujanan tidak di depan rumah, tapi di pekarangan belakang yang berlantai semen, jadi  tidak terkontaminasi air banjir.

Saya melongokkan badan melalui daun pintu. Hujan  sudah reda, air di depan rumah sudah menurut tinggal semata kaki.
“Mama, tapi kan aku sudah lama tidak main banjir? Ya, ma...ya, ma
“Oke, tapi sebentar.”

Seketika mata Azka terbelalak detik berikutnya berteriak sambil berbalik,”Horee!”

Satu jam berikutnya saya menggerutui Azka karena ternyata dia tidak sekedar main air, tapi setengah berenang, setengah badan dan bajunya  penuh lumpur. Azka menekuk wajahnya saat saya menggerutuinya.

Saat menonton video  dan menuliskan ini, Azka sedang sekolah. Saya ingin memeluknya dan meminta maaf.

Saya baru sadar jika setiap anak memiliki wajah ‘bermain’. Ya, saya melihat kebahagian, rasa excited, dan mendengar renyahnya tawa si kecil  saat bermain tapi tak pernah bersungguh-sungguh berpikir apa sesungguhnya yang ada di benak mereka. Sebesar apakah kebahagian yang mereka pancarkan di raut wajahnya saat itu. Dan sebesar apa rasa kecewa dan sakit hatinya jika saat menggerutu atau memarahinya saat mereka pulang dengan  pakaiannya kotor atau membuat rumah menjadi berantakan.

Saya membuka album foto di komputer, mencari-cari ekspresi wajah bermain keduanya .

wajah 'bermain' Azka
wajah 'bermain' Khalif
Dan bukan sekedar wajah bermain yang saya lihat, juga  apa yang tengah mereka  pelajari. Belajar bersosialisasi dengan teman sebaya, belajar mencuci, belajar bagaimana terjadi hujan dan banjir, belajar makan sendiri, belajar berenang dan berkhayal. Belajaran yang tidak bisa di dapat dengan hanya duduk manis dan berpakaian rapih.

Semoga saya selalu diingatkan dan diberi kesabaran, saat mereka menghampiri dengan wajah 'bermain' namun dalam keadaan kotor atau membuat rumtah berantakan, bahwa mereka tak sekedar bermain tapi mengecap pengalaman baru, berpetualang dan belajar. Dan mereka butuh dukungan saya sebagai orangtuanya, karena besok dan besok dan besok mereka akan ‘berpetualang’ kembali. Playing is the beginning knowledge. Saya ingin melihat wajah 'bermain' mereka setiap hari, sebelum waktu bergegas menarik mereka menjadi dewasa.

urusan baju kotor serahkan pada ahlinya :)

Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi blog #KidsTodayProject Rinso Indonesia